“HIV/AIDS masalah kesehatan yang dapat ditangani jika pasien mendapatkan akses pengobatan dan dukungan yang tepat,” ujar dia.
Ia menjelaskan stigma sering membuat pasien enggan memeriksakan diri atau menjalani pengobatan. Karena itu, edukasi yang menyentuh semua lapisan masyarakat dinilai penting untuk menekan angka penularan HIV/AIDS termasuk dukungan media.
“Perilaku seksual tertentu memang meningkatkan risiko penularan, tetapi kita harus fokus pada edukasi, bukan penghakiman,” katanya.
Amrina juga mengajak masyarakat memahami penderita HIV/AIDS membutuhkan dukungan, bukan diskriminasi. Dengan pendekatan yang inklusif, stigma dapat dihilangkan, sehingga upaya pencegahan dan pengobatan bisa berjalan lebih efektif.
KELIRU, KASUS HIV/AIDS OKI CAPAI 12 RIBU JIWA
Terkait Pemberitaan salah satu akun media sosial Instagram menyebarkan informasi yang menyebut jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten OKI mencapai 12.110 jiwa sepanjang tahun 2024.
CEK FAKTA
Dilansir dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKI, dijelaskan bahwa angka 12.110 tersebut adalah target skrining atau pemeriksaan untuk mendeteksi dini HIV/AIDS, bukan jumlah penderita. Pemeriksaan ini menyasar ibu hamil, pekerja hiburan malam, dan masyarakat umum yang mengalami gangguan kesehatan terkait.
Amrina Rosyada, aktivis HIV/AIDS di OKI, juga menegaskan bahwa jumlah pengidap HIV/AIDS di OKI jauh lebih rendah, yaitu kurang dari 50 jiwa, dan tidak dapat dihitung dalam satu tahun.
KESIMPULAN
Klaim dalam unggahan tersebut yang menyebut jumlah penderita HIV/AIDS di OKI mencapai 12.110 jiwa adalah salah. Angka tersebut merupakan target skrining, bukan jumlah kasus, dan tidak sesuai dengan kenyataan. (Misleading Content).
(Kominfo.OKI.01.05/Aliaman)