Halokantinews.com.Medan.Sumut – Tindakan oknum-oknum mafia tanah yang ingin menguasai lahan-lahan PT Perkebunan Negara (PTPN) di Sumatera Utara makin mengganas. Mereka tidak segan segan menggunakan masyarakat untuk dibenturkan ke perusahaan perkebunan negara, agar dapat mencapai keinginannya menguasai lahan yang selama ini merupakan aset negara yang dikelola perusahaan perkebunan.
Salah satu di antaranya adalah lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II (Sekarang PTPN 1 Regional 1) di Penara Kecamatan Tanjung Morawa. Berbekal surat keterangan tentang pembagian tanah sawah ladang (SKT) tahun 1953, warga menggugat PTPN II agar mengembalikan lahan yang mereka klaim sebagai milik 232 warga.
Areal tersebut mereka klaim sebagai lahan eks kebun tembakau PTPN IX. Meski akhirnya terungkap bahwa bukti-bukti fisik yang mereka gunakan palsu alias hasil rekayasa yang terbukti dengan dihukumnya salah satu tokoh penggugat yakni Murachman 2 tahun penjara, karena menggunakan surat palsu, namun oknum-oknum yang selama ini mendorong sekaligus menjadi pemodal untuk melakukan gugatan, terus berupaya untuk mendapatkan lahan seluas 464 hektar di afdeling 3 kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau (TGPM) yang sempat mereka menangkan gugatannya hingga Mahkamah Agung.
Terhadap permasalahan tersebut, pihak PTPN sendiri terus berupaya melakukan langkah-langkah hukum untuk mengekang upaya penguasaan lahan dengan cara cara tidak sesuai prosedur yang sah itu. Apalagi akhir-akhir ini sejumlah warga yang mengaku dicatut namanya dalam gugatan perdata yang diajukan mulai mengungkapkan kebenaran di balik gugatan tersebut.
Bahkan sejumlah nama sudah mengakui dengan terus terang, mereka sebenarnya tidak tahu menahu soal lahan di Penara itu. Mereka telah dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan gugatan, dengan janji akan diberi lahan 2 hektar atau diganti dengan yang sebesar Rp.1,5 Milyar per orang. Namun janji yang pernah dibuat di depan Notaris di Tanjung Morawa itu, tidak pernah terwujud. Warga hanya mendapat bantuan dana ratusan ribu hingga jutaan rupiah tiap kali menghadap ke kantor Notaris.
“Kami merasa dibohongi aja pak, sampai sekarang tidak ada penjelasan. Dan kami siap mengungkapkan yang sebenarnya jika diminta pihak berwenang,” ujar salah seorang warga Bangun Sari sambil menunjukkan identitas keluarganya yang sudah diubah di kartu keluarga.
Terkait hal tersebut, Lembaga Pemerhati dan Pengawas Asset Negara (Lepan) Sumatera Utara menegaskan,
“Aparat Penegak Hukum (APH) seharusnya sudah mengambil langkah tegas dengan menindak oknum-oknum yang selama ini menunggangi warga masyarakat,” tegasnya.