Jurnalis Bukan Teroris !!! Aksi Demo Tuntut Kebebasan Pers Di Mapolda Jateng

Halokantinews.com.Jateng – Jurnalis dan Aliansi Masyarakat Sipil menggelar Aksi Kamisan di Mapolda Jateng, Kecamatan Semarang Selatan. Massa menyinggung kekerasan terhadap jurnalis yang marak terjadi dewasa ini.

Massa aksi tiba di Mapolda Jateng sekitar pukul 16.50 WIB. Para aktivis yang hadir saat itu pun membawa poster bertuliskan ‘save journalist’, ‘jurnalis bukan teroris’, ‘journalist is not a crime, brutality is’. Tema yang diangkat sore ini yakni ‘Kalau Aparat Berani Tempeleng Jurnalis, Artinya Demokrasi Sedang Terancam’”, tandasnya.

Koordinator Lapangan Aksi, Raditya Mahendra Yasa menyinggung peristiwa kekerasan oleh ajudan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang dialami salah satu pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Sabtu (5/4/2025) lalu.

“Kejadian kemarin terakhir itu adalah riak-riak kecil bagaimana represi aparat terhadap kawan kami Makna. Itu adalah potret bagaimana kekerasan yang selalu dilakukan oleh aparat entah itu polisi, entah itu TNI, aparat negara, Pemda dan sebagainya,” terang Mahendra di Mapolda Jateng, Kamis (17/4/2025).

Anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) itu mengecam kekerasan jurnalis oleh ajudan Kapolri tersebut. Peristiwa kekerasan tersebut merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Sore ini, hanya ada satu kata. Angkat kamera kalian tinggi-tinggi kawan-kawan jurnalis. Kita akan teriakkan ‘Lawan! Lawan represi, lawan intimidasi, hidup jurnalis!’,” tegasnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang Aris Mulyawan, Aris Mulyawan menyinggung soal kebebasan pers yang dinilai mulai terkikis.

“Jawa Tengah darurat kebebasan Pers. Jawa Tengah darurat keamanan bagi jurnalis. Akhir-akhir ini seperti kekerasan terhadap jurnalis terus meningkat,” ungkap Aris dalam orasinya.

Ia mengungkapkan, kekerasan tak hanya dirasakan para jurnalis media main stream, tetapi juga anggota pers mahasiswa.

Baca Juga :  Antisipasi Lonjakan Arus Mudik Usai Natura, Kapolres OKI Terapkan Rekayasa Lalulintas

“Kekerasan tidak tidak hanya dialami oleh kawan-kawan jurnalis profesional. Kawan-kawan pers mahasiswa juga diintimidasi,” tegasnya.

“Ketika jurnalis diintimidasi, ketika kebebasan berpendapat dibungkam, ketika kebebasan akademik dihabiskan, maka ini pertanda demokrasi di negeri ini sudah mati,” lanjutnya.

Pada aksi sore tersebut, dupa dinyalakan di atas makam buatan bertuliskan ‘RIP Demokrasi’. Bunga-bunga juga ditebar di atas makam tersebut sebagai simbol demokrasi yang telah mati.

“Kita sebagai pilar demokrasi di negeri ini tidak boleh diam. Sebelum kehancuran terjadi di negeri ini maka kita harus bersatu melawan penindasan, melawan ketidakadilan,” tegasnya.

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Fajar Muhammad Andhika turut menyampaikan orasinya. Ia menyinggung jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi.

“Jurnalis adalah pilar keempat dari demokrasi, sehingga apabila aparat kepolisian, negara, berani melakukan tindakan-tindakan represif, intimidatif, tandanya demokrasi kita sedang di terancam,” tandas Dhika.